JAKARTA, JP - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang Tersangka baru terkait pengembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji pada Penyelenggara Negara atau yang mewakilinya disertai Gratifikasi terkait pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), (10/11/2023).
Dalam keterangannya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa, "Kedua Tersangka tersebut yaitu YMR dan FB selaku Anggota Tim Pemeriksa Pajak pada DJP. Dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah menetapkan sejumlah pihak lainnya sebagai Tersangka yaitu APA selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP, DR Kasubdit Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksan DJP, WR dan AS selaku Pemeriksa Pajak DJP, AIM Konsultan Pajak PT GMP, AS Konsultan Pajak PT JB, dan VL Kuasa Wajib Pajak PT BPI. Dimana perkara atas para Tersangka tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht)," tuturnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (9/10/2023).
KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap Tersangka YMR dan FB untuk masing-masing selama 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 9 s.d 28 November 2023. Penahanan dilakukan di Rutan KPK.
"Pada konstruksi perkaranya," lanjut Alex," YMR dan FB atas perintah berjenjang dari APA, DR, WR, dan AS, ditugaskan melakukan rekayasa penghitungan kewajiban pembayaran pajak sesuai permintaan dari para Wajib Pajak. Maka agar permintaan tersebut disetujui, APA dan DR mensyaratkan adanya pemberian sejumlah uang dari Wajib Pajak. Selanjutnya “Deal” di lapangan dilakukan YMR dan FB," terangnya.
"Atas pengondisian itu APA, DR, WR, AS, YMR, dan FB menerima sejumlah uang diantaranya dari PT GMP untuk tahun pajak 2016, PT BPI untuk tahun pajak 2016, dan PT JB, sekitar Rp15 Miliar dan SGD 4 juta. Selain itu YMR dan FB bersama-sama dengan APA, DR, WR, dan AS juga diduga menerima Gratifikasi dari beberapa Wajib Pajak lainnya dengan bukti permulaan sejumlah sekitar miliaran rupiah," ungkapnya.
Dalam keterangannya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa, "Kedua Tersangka tersebut yaitu YMR dan FB selaku Anggota Tim Pemeriksa Pajak pada DJP. Dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah menetapkan sejumlah pihak lainnya sebagai Tersangka yaitu APA selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP, DR Kasubdit Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksan DJP, WR dan AS selaku Pemeriksa Pajak DJP, AIM Konsultan Pajak PT GMP, AS Konsultan Pajak PT JB, dan VL Kuasa Wajib Pajak PT BPI. Dimana perkara atas para Tersangka tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht)," tuturnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (9/10/2023).
KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap Tersangka YMR dan FB untuk masing-masing selama 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 9 s.d 28 November 2023. Penahanan dilakukan di Rutan KPK.
"Pada konstruksi perkaranya," lanjut Alex," YMR dan FB atas perintah berjenjang dari APA, DR, WR, dan AS, ditugaskan melakukan rekayasa penghitungan kewajiban pembayaran pajak sesuai permintaan dari para Wajib Pajak. Maka agar permintaan tersebut disetujui, APA dan DR mensyaratkan adanya pemberian sejumlah uang dari Wajib Pajak. Selanjutnya “Deal” di lapangan dilakukan YMR dan FB," terangnya.
"Atas pengondisian itu APA, DR, WR, AS, YMR, dan FB menerima sejumlah uang diantaranya dari PT GMP untuk tahun pajak 2016, PT BPI untuk tahun pajak 2016, dan PT JB, sekitar Rp15 Miliar dan SGD 4 juta. Selain itu YMR dan FB bersama-sama dengan APA, DR, WR, dan AS juga diduga menerima Gratifikasi dari beberapa Wajib Pajak lainnya dengan bukti permulaan sejumlah sekitar miliaran rupiah," ungkapnya.
Wakil Ketua KPK menegaskan bahwa,"Atas perbuatan tersebut, Tersangka YMR dan FB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Turut disangkakan Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," tandas Alexander Marwata .
(*) JP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar